Positive Psychology on Movies

on Monday, December 29, 2014
Ada yang merasa sebagai film addict? Atau hanya suka menonton film karena teman yang mengajak? Walaupun tidak, rata-rata kita semua pasti senang menonton film, jenis film apapun itu. Seperti saya, I really love animated movies! 

Ternyata tanpa disadari, film yang kita tonton bisa mempengaruhi pembangunan karakter kita, khususnya untuk anak-anak. Tentunya kita pasti sudah sering menonton film yang memiliki pesan positif pada akhir ceritanya. Pesan-pesan ini yang nantinya dapat mempengaruhi karakter diri kita dan membantu kita menjadi subjective well-being ataupun memiliki happy personality. Nah, kali ini saya akan membahas beberapa film yang mampu mempengaruhi kita untuk memiliki happy personality. Here we go.

The Lion King (1994)

1. Young Simba and Mufasa, his father 2. Young Simba
3. Adult Simba 4. Scar, envy for Simba
Film ini bercerita tentang seekor anak singa yang bernama Simba, yang sangat bersemangat akan menjadi raja sewaktu dia besar. Kehidupannya tidak berjalan semulus itu. Pada waktu kecil ayahnya mati dan Simba tidak berani untuk kembali ke rumahnya karena dia merasa bersalah atas kematian ayahnya. Setelah Simba dewasa, Simba akhirnya memberanikan untuk pulang ke rumah untuk melawan pamannya, Scar, yang menjadi raja secara paksa dan menghancurkan kerajaan yang seharusnya milik Simba.

Film ini merupakan film keluarga, film yang sangat tepat untuk mendidik anak-anak. Pesan positifnya adalah apapun yang menjadi hambatan kita untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, kita tidak boleh menyerah dan harus berani menghadapi tantangan. Seperti Simba yang berani melawan Scar untuk mengambil kerajaannya kembali, walaupun ayahnya sudah mati.

Jika dibahas dengan positive psychology yang dibuat oleh Martin Seligman, pesan-pesan positif dari Lion King berhubungan dengan beberapa aspek happy personality.

1. Repressive-defensiveness.

Simba melawan Scar.
Simba berani dan mau menghadapi Scar yang merupakan ancaman dan emosi negatif bagi dirinya. Walaupun pada awalnya Simba menghindari ancaman tersebut (Simba tidak kembali ke rumahnya) karena merasa bersalah atas kematian ayahnya, pada akhirnya Simba berani menanggung resiko.

2. Internal Locus of Control & Desire for Control.

Setelah mendapat kabar bahwa Scar telah memerintah dan menghancurkan kerajaan, Simba langsung pergi untuk menyelamatkan kerajaannya. Disini Simba yakin bahwa dialah yang mampu memperbaiki masalah yang ada, bukan orang lain.

How to Train Your Dragon (2010)

Toothless and Hiccup
Film ini bercerita tentang Hiccup, anak muda dari suku Viking, yang ingin bergabung untuk melawan naga-naga yang terus menghancurkan kota mereka. Sayangnya, keinginannya tidak tercapai karena ayahnya, kepala suku Viking, dan warga suku tidak mengizinkan Hiccup ikut berperang karena badannya yang kecil dan kurus dan ceroboh, tidak seperti Viking yang lain yang badannya kuat dan besar. Tetapi Hiccup berhasil menembak jatuh seekor naga yang langka dan diketahui sangat berbahaya, Night Fury. Hiccup tidak berani untuk membunuh naga tersebut, dan akhirnya Hiccup menjadi teman dengan naga tersebut, yang dinamakannya Toothless. Berdua dengan Toothless, Hiccup berjuang untuk mengetahui rahasia di balik kekejaman naga-naga.

Film ini mengajarkan bagaimana kita menghadapi orang-orang yang mengatakan "you can't do this", atau "you will never be able to do that". Kita tidak boleh patah semangat hanya karena orang berpikir kita tidak bisa, kita harus mampu membuktikan kemampuan kita dan mungkin kita mendapat sesuatu yang tidak pernah kita harapkan. Seperti Hiccup yang berhasil menembak seekor naga yang langka, bahkan menjadi teman dengan naga tersebut.

Pesan-pesan positifnya jika dihubungkan dengan teori Positive Psychology oleh Martin Seligman;

Hiccup and his father, Stoik.

1. Internal Locus of Control & Desire for Control

Walaupun semangat bertarungnya dipatahkan oleh orang sekitarnya, Hiccup tetap ikut bertarung. Karena disini Hiccup menyadari bahwa dialah yang memiliki kontrol atas dirinya sendiri, bukan orang lain.

2. Hardiness

Hiccup menyadari bahwa dirinya memang kecil dan ceroboh, karena itu dia mencari cara lain untuk bertarung yaitu dengan ketapel untuk menembak naga. Hiccup mampu beradaptasi dengan masalah yang dihadapinya.

3. Repressive-defensiveness

Hiccup ingin ikut bertarung melawan naga-naga walaupun badannya yang kecil, bukannya bersembunyi dan menghindar dari ancaman.


Kesimpulannya, film-film tersebut memiliki pesan positif yang kuat yang mempengaruhi kita untuk memiliki happy personality. Beberapa film lainnya juga memiliki pesan tersebut, seperti Up, Toy Story, Peter Pan, Pinocchio, Frozen dan lain sebagainya. Walaupun contoh yang saya berikan adalah film animasi, pada genre film yang lain juga memiliki pesan yang melibatkan positive psychology. Jika anda tertarik, anda bisa melihat film-film di tahun 2013 yang melibatkan positive psychology di sini.

Bagaimana dengan film favorit anda? Does it make you feel you have a happy personality? Let me know in the comments!

Sumber:
Schultz, D., & Schultz, S.E. (2005). Theories of Personality 8 th. Edition. USA: Wadsworth.




Pedagogi dan Andragogi: Pengalaman Pribadi

on Friday, June 6, 2014

Ada yang suka flashback? Saya sangat suka flashback. Walaupun topik kali ini sebenarnya bukan tentang flashback, tapi kita akan mencoba mengevaluasi pengalaman masa lalu saya saat saya mendapat pendidikan pedagogi dan andragogi. Nah, untuk itu kita akan flashback sedikit! Mari kita mulai dengan pedagogi.

Pedagogi, sebagaimana yang telah kita ketahui, adalah sebuah teori belajar yang dikhususkan untuk mendidik pembelajar yang berada pada masa anak-anak. Coba kita lihat ke waktu saya masih memakai seragam putih-merah. Dulu saya bersekolah di sekolah swasta yang rata-rata gurunya memiliki sifat pengajaran yang otoriter, yang tentu saja membuat siswa-siswanya takut. Jika tidak mengerjakan tugas, guru saya akan memberi hukuman seperti memukul tangan dengan rol, squat jump, dan sebagainya. Jika nilai ujian rendah juga kami akan mendapat hukuman. Saya pernah mendapat nilai rendah pada mata pelajaran Bahasa Mandarin. Bahasa Mandarin itu susah bagi saya dan saya tidak pernah dapat mengingat tulisan Mandarin beserta artinya. Karena saya memiliki guru yang otoriter, which is gurunya tidak pernah bertanya apakah siswanya sudah mengerti secara keseluruhan, tentu saja saya mendapat nilai merah. Ada juga dimana kuku kami tiap minggunya diperiksa, agenda yang berisi catatan-catatan tugaa yang akan dikerjakan juga diperiksa.

Dari pengalaman yang telah saya alami di atas, kita dapat melihat katakteristik pedagogi. Gaya belajar pedagogi bersifat dependen. Saya tidak mengerti Bahasa Mandarin karena guru saya tidak menjelaskannya dengan baik. Pedagogi bergantung pada pengajaran guru, karena pembelajarnya (yang masih anak-anak) masih belum memiliki pengalaman yang cukup. Gaya belajar pedagogi juga umumnya masih berpusat pada otoritas, seperti guru yang saya miliki. Semuanya harus sesuai dengan aturan guru dan sekolah, termasuk hal kecil seperti kuku dan agenda tugas. Dan di dalam gaya belajar pedagogi, semua pembelajarnya disebut sebagai 'siswa'.

Nah selanjutnya kita akan membahas andragogi. Andragogi adalah teori belajar yang dikhususkan untuk pembelajar pada masa dewasa. Kita lihat pada saat saya mengikuti masa perkuliahan yang masih kurang dari satu tahun ini. Di dalam masa perkuliahan, mahasiswa dibiarkan bebas untuk memilih, dalam hal apapun. Seperti dalam hal kehadiran. Semuanya terserah kepada mahasiswa mau hadir dalam kelas atau tidak, yang penting dapat menjawab dalam ujian. Atau bahkan untuk tidak ikut ujian pun masih pilihan yang dibuat oleh mahasiswa. Proses pembelajaran juga pilihan mahasiswa. Dari segi waktu, dosen yang mengajar, cara belajar, dan lain sebagainya. Dalam perkuliahan, mahasiswa juga dapat memberikan pendapat, menanyakan pertanyaan, menjawab pertanyaan, bahkan memberi saran kepada dosen. Intinya di dalam masa perkuliahan, you decide what you want to be.

Mari kita telaah satu persatu. Andragogi, berkebalikan dengan pedagogi, bersifat independen atau tidak bergantung. Bukan dosen yang menjadi tumpuan untuk semua isi pelajaran, melainkan mahasiswalah yang seharusnya mencari sendiri apa yang perlu diketahuinya untuk pembelajaran. Dosen hanyalah berperan sebagai fasilitator, bukan sebagai sumber utama. Bukan seperti saya dan pelajaran Bahasa Mandarin saat SD. Maka dari itu dalam perkuliahan, mahasiswalah yang berpresentasi dan dosen yang berceramah singkat, bukan seperti guru SD yang menjelaskan pelajaran dari awal sampai akhir.

Karena pengalaman yang dimiliki oleh pembelajar andragogi juga sudah cukup, pengalaman yang dimiliki oleh dosen juga sudah kurang berperan dalam andragogi. Semua proses pembelajaran telah disesuaikan dengan keinginan mahasiswa, sehingga mahasiswa mampu belajar dengan baik. Dan yang terakhir, dalam andragogi pembelajarnya bukan disebut 'siswa', melainkan peserta didik.

Itu dia pengalaman saya dalam pedagogi dan andragogi, yang dapat membantu kita melihat perbedaan yang terdapat di antara keduanya. Semoga bermanfaat!

NERD ALERT: Video Games and Psychological Stuffs!

on Friday, April 18, 2014

WELCOME, WELCOME MY FELLOW NERD FRIENDS.
Sebelumnya saya sudah pernah menulis blog tentang bagaimana pengaruh teknologi, seperti games dan TV terhadap pengaruh psikologisnya pada kita. Nah, sekarang saya akan menulis beberapa fakta psikologi yang keren mengenai gamer!

Fakta Pertama: Video game melatih kita untuk membuat keputusan yang cepat dalam kehidupan. 


Misalnya dalam membersihkan rumah. Kita mungkin bingung saat menentukan barang mana yang akan dibuang, barang mana yang akan disimpan, dan barang yang mana yang akan disumbangkan. Tapi untuk gamer, mereka akan lebih mudah dalam mengambil keputusan seperti ini. Keputusan yang dibuat pun akan sama akuratnya dengan keputusan yang telah dipikirkan dengan lama.

Fakta KeduaVideo game merupakan metode yang lebih efektif untuk mencegah depresi daripada konseling pada masa remaja.


Ya, bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam umur kita ini. Dengan main game, kita bisa lupa tentang masalah yang ada di kampus, tentang masalah dengan teman, bahkan masalah pacar (walaupun aku masih single wkwk). Apalagi kalo gamenya game tembak-tembakan kayak Dota atau Call of Duty. Marahnya pasti terlampiaskan hahaha.

Fakta Ketiga: Orang yang bermain video game lebih sering mengalami lucid dream alias bisa mengontrol mimpinya.


KEREN KAN! Lucid dream itu adalah mimpi yang bisa kita kontrol. Misalnya kalo kita lagi mimpi dikejar harimau dan tiba-tiba di tengah kejaran si harimau kita bisa sadar kalo disitu kita lagi mimpi. Ya, yang kayak di film-film juga. Waktu dia lagi mimpi di mimpinya itu dia menampar atau mencubit dirinya sendiri untuk bangun dari mimpinya. Nah, gamer bisa kayak gitu. Pada gamer yang suka main game Call of Duty misalnya. Gamer ini cenderung akan punya mimpi dimana dia akan jadi tentara yang menembak musuh-musuh yang lain, dan yang kerennya: dia sadar kalo dia lagi mimpi. Kalo main game Legend of Zelda gimana ya? Keren pasti hehehe.

Itu dia tentang fakta gamer menurut sisi psikologisnya. Kalo ada fakta yang baru atau terlewatkan bisa dikomen ya, lumayan nambah-nambah pengetahuan hehe. Terima kasih dan happy gaming! ;3

Laporan Hasil Observasi Sekolah (Kelompok 2)

on Tuesday, April 15, 2014
Kelompok 2:
Ketua:
Ibrena Putri (131301112)
Anggota:
Miranda Purnama (131301008)
Yolanda Maranatha (131301080)
Syauqina Batubara (131301082)
Rizka Amalia Lubis (131301134)

Teori Pendidikan Vygotsky terhadap Kehidupan Sehari-hari

on Monday, March 24, 2014
Lev Vygotsky telah mengemukakan teori kognitifnya sebagai berikut:

1. Keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diintrepretasikan secara developmental, biasa disebut dengan Kognitif-Developmental. Maksudnya disini keahlian kognitif anak bisa diamati dari perkembanganmya di lingkungannya. Jika diamati dari perkembangan kognitif saya, saya dapat berbahasa Inggris dan mengutak-atik komputer pada saat saya di Sekolah Dasar. Ini disebabkan karena saat saya masih kecil, saya dikelilingi anggota keluarga yang suka bermain komputer. Makanya saat itu juga saya diajarkan untuk mengoperasikan komputer, seperti bermain game dan menggunakan software paint. Karena komputer ini juga saya dapat mengerti bahasa Inggris.

2. Kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa dan bentuk dikursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu aktivitas mental, biasa disebut dengan Kognitif-Verbal. Contohnya yaitu pada saat saya kecil, saya sering diikutkan dalam lomba menyanyi. Sebenarnya pada waktu kecil saya tidak tahu apakah suara saya merdu atau tidak, tetapi karena kata-kata motivasi dari orang tua dan keluarga saya, saya semangat untuk mengikuti lomba tersebut.

3. Kemampuan dan keahlian kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural, biasa disebut dengan Kognitif-Sosiokultural. Dalam keluarga saya, saya diajarkan bermain piano oleh Ibu saya dan saya diajarkan cara berhitung oleh Ayah saya. Yang saya alami ini dapat disebut sebagai salah satu contoh kognitif-sosiokultural.

oleh:
Yolanda Maranatha (13-080)
Kelompok 2

Technology is Educational? SURE!

on Thursday, March 13, 2014

Teknologi tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita. Khususnya pada jaman sekarang ini, kita telah menggunakan teknologi untuk apa saja kebutuhan kita. Literally, APA SAJA. Mau makan burger? Pesan saja di websitenya McDonald's. Mau beli piringan hitam album Michael Jackson? Beli saja di Ebay. Mau bertatap muka dengan ibu yang sedang jalan-jalan di California? Gunakan Skype. Atau mau jalan-jalan juga di California? Gunakan Google Maps Street View (bukan, ini bukan promosi). Lihat, banyak kan kegunaannya? Bukan hanya untuk komunikasi dan hiburan saja, teknologi juga sangat bermanfaat dalam dunia pendidikan, khusunya pendidikan pada masa anak-anak. Coba kita lihat.

1. Meningkatkan kemampuan dalam berbahasa, apakah itu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Meksiko, bahasa Swahili atau bahasa-bahasa yang lain. Waktu kecil saya diberi permainan komputer The Sims. Saya sama sekali tidak tahu kosa kata yang di dalamnya seperti 'bladder', 'comfort', 'environment', dan kosa kata lainnya. Tapi saya menjadi tahu setelah bermain game tersebut; bladder-nya menjadi hijau saat saya membuat sim saya pergi ke toilet dan comfort-nya menjadi hijau saat sim saya duduk di kursi. Saya menjadi tahu bahasa Inggris karena permainan ini.

Mood Bar yang ada di dalam The Sims.

Satu lagi contoh teknologi yang meningkatkan kemampuan untuk berbahasa yaitu acara TV berjudul Sesame Street. Ya, acara TV yang berisi boneka-boneka lucu berbicara ini membantu para penontonnya (umumnya anak-anak) untuk berbahasa. Acara TV ini memang dikhususkan untuk mengajar anak-anak berbagai hal dalam hal yang menyenangkan. Cara berhitung, cara membaca, nama-nama benda, cara bersosialisasi, dan lain sebagainya. Bahkan banyak juga episode dari Sesame Street yang mengajar anak-anak untuk bernyanyi.



2. Menggunakan komputer melatih koordinasi tangan dan mata. Misalnya dalam bermain game platformer seperti Mario Bros, Legend of Zelda, dan lain sebagainya. Di dalam permainan seperti ini pemainnya dituntut untuk menggunakan kelihaian tangannya dalam melompat, melawan musuh, berlari, dan aksi-aksi lainnya.

The classic Mario Bros. The Game
Legend of Zelda: salah satu action game yang terkenal.
3. Mendorong kecerdasan logika. Tanpa kita sadari, jika kita bermain suatu game kita telah mengasah kemampuan logika kita. Khususnya pada game yang menuntut kita untuk memecahkan masalah dan membantu seseorang di dalam game tersebut. Misalnya pada game Scribblenauts dan Pajama Sam.

Di dalam Scribblenauts, Anda akan diberi goal seperti contoh di atas.
Di dalam Scribblenauts, Anda akan diberikan sebuah buku catatan dimana nantinya Anda akan menggunakan buku tersebut untuk menuliskan kata atau benda apa saja untuk membantu seseorang. Misalnya untuk goal seperti yang di atas. Jika Anda menuliskan 'huge red axe' (kapak merah besar), kapak tersebut akan muncul dan dapat Anda gunakan untuk membantu orang tersebut. Tantangannya Anda membutuhkan logika untuk menemukan benda yang tepat yang dapat membantu.

Pajama Sam, yaitu game dimana seorang anak yang berusaha seperti idolanya, Pajama Man, pergi berpetualang melawan kegelapan (padahal Sam disini takut dengan gelap). Petualangannya berisi teka-teki dan beberapa masalah yang membutuhkan logika kita. Sam juga mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak takut dengan gelap di akhirnya, karena kegelapan juga ternyata takut dengan manusia (ajaran yang menarik untuk anak-anak karena umumnya anak-anak takut dengan gelap).

Pajama Sam yang berlagak seperti Pajama Man, superhero idolanya.
Sam bertemu dengan Darkness, yang ternyata adalah seorang yang ramah.
Ternyata banyak juga kan manfaat dari teknologi ke dunia pendidikan. Khususnya untuk anak-anak, banyak juga kok game-game dan acara TV yang mendidik dan meningkatkan kecerdasan. Tetapi, menggunakan teknologi ini juga jangan terlalu berlebihan. Jangan sampai bermain game sampai lupa untuk mengerjakan tugas. Jangan kelamaan juga karena akan membuat mata menjadi lelah dan berefek ke mata minus. All kind of technology is good, if we have a limit to use it! ;)

The First Post?

on Sunday, March 2, 2014
Sebagai postingan pertama, saya hanya akan mempost sebuah quote dari Sigmund Freud, yang merupakan sebuah teori tetapi dapat dijadikan sebagai kata motivasi.


Oke. Dengan postingan pertama ini saya resmikan blog pribadi saya ini untuk mata kuliah Psikologi Pendidikan! *mercon*