Pedagogi dan Andragogi: Pengalaman Pribadi

on Friday, June 6, 2014

Ada yang suka flashback? Saya sangat suka flashback. Walaupun topik kali ini sebenarnya bukan tentang flashback, tapi kita akan mencoba mengevaluasi pengalaman masa lalu saya saat saya mendapat pendidikan pedagogi dan andragogi. Nah, untuk itu kita akan flashback sedikit! Mari kita mulai dengan pedagogi.

Pedagogi, sebagaimana yang telah kita ketahui, adalah sebuah teori belajar yang dikhususkan untuk mendidik pembelajar yang berada pada masa anak-anak. Coba kita lihat ke waktu saya masih memakai seragam putih-merah. Dulu saya bersekolah di sekolah swasta yang rata-rata gurunya memiliki sifat pengajaran yang otoriter, yang tentu saja membuat siswa-siswanya takut. Jika tidak mengerjakan tugas, guru saya akan memberi hukuman seperti memukul tangan dengan rol, squat jump, dan sebagainya. Jika nilai ujian rendah juga kami akan mendapat hukuman. Saya pernah mendapat nilai rendah pada mata pelajaran Bahasa Mandarin. Bahasa Mandarin itu susah bagi saya dan saya tidak pernah dapat mengingat tulisan Mandarin beserta artinya. Karena saya memiliki guru yang otoriter, which is gurunya tidak pernah bertanya apakah siswanya sudah mengerti secara keseluruhan, tentu saja saya mendapat nilai merah. Ada juga dimana kuku kami tiap minggunya diperiksa, agenda yang berisi catatan-catatan tugaa yang akan dikerjakan juga diperiksa.

Dari pengalaman yang telah saya alami di atas, kita dapat melihat katakteristik pedagogi. Gaya belajar pedagogi bersifat dependen. Saya tidak mengerti Bahasa Mandarin karena guru saya tidak menjelaskannya dengan baik. Pedagogi bergantung pada pengajaran guru, karena pembelajarnya (yang masih anak-anak) masih belum memiliki pengalaman yang cukup. Gaya belajar pedagogi juga umumnya masih berpusat pada otoritas, seperti guru yang saya miliki. Semuanya harus sesuai dengan aturan guru dan sekolah, termasuk hal kecil seperti kuku dan agenda tugas. Dan di dalam gaya belajar pedagogi, semua pembelajarnya disebut sebagai 'siswa'.

Nah selanjutnya kita akan membahas andragogi. Andragogi adalah teori belajar yang dikhususkan untuk pembelajar pada masa dewasa. Kita lihat pada saat saya mengikuti masa perkuliahan yang masih kurang dari satu tahun ini. Di dalam masa perkuliahan, mahasiswa dibiarkan bebas untuk memilih, dalam hal apapun. Seperti dalam hal kehadiran. Semuanya terserah kepada mahasiswa mau hadir dalam kelas atau tidak, yang penting dapat menjawab dalam ujian. Atau bahkan untuk tidak ikut ujian pun masih pilihan yang dibuat oleh mahasiswa. Proses pembelajaran juga pilihan mahasiswa. Dari segi waktu, dosen yang mengajar, cara belajar, dan lain sebagainya. Dalam perkuliahan, mahasiswa juga dapat memberikan pendapat, menanyakan pertanyaan, menjawab pertanyaan, bahkan memberi saran kepada dosen. Intinya di dalam masa perkuliahan, you decide what you want to be.

Mari kita telaah satu persatu. Andragogi, berkebalikan dengan pedagogi, bersifat independen atau tidak bergantung. Bukan dosen yang menjadi tumpuan untuk semua isi pelajaran, melainkan mahasiswalah yang seharusnya mencari sendiri apa yang perlu diketahuinya untuk pembelajaran. Dosen hanyalah berperan sebagai fasilitator, bukan sebagai sumber utama. Bukan seperti saya dan pelajaran Bahasa Mandarin saat SD. Maka dari itu dalam perkuliahan, mahasiswalah yang berpresentasi dan dosen yang berceramah singkat, bukan seperti guru SD yang menjelaskan pelajaran dari awal sampai akhir.

Karena pengalaman yang dimiliki oleh pembelajar andragogi juga sudah cukup, pengalaman yang dimiliki oleh dosen juga sudah kurang berperan dalam andragogi. Semua proses pembelajaran telah disesuaikan dengan keinginan mahasiswa, sehingga mahasiswa mampu belajar dengan baik. Dan yang terakhir, dalam andragogi pembelajarnya bukan disebut 'siswa', melainkan peserta didik.

Itu dia pengalaman saya dalam pedagogi dan andragogi, yang dapat membantu kita melihat perbedaan yang terdapat di antara keduanya. Semoga bermanfaat!